HAM DI INDONESIA
HAM di Indonesia/Dinamika HAM di Indonesia
Sepanjang sejarah kehidupan manusia ternyata tidak semua
orang memiliki penghargaan yang sama terhadap sesamanya. Ini yang menjadi latar
belakang perlunya penegakan hak asasi manusia. Manusia dengan teganya merusak,
mengganggu, mencelakakan, dan membunuh manusia lainnya. Bangsa yang satu dengan
semena-mena menguasai dan menjajah bangsa lain. Untuk melindungi harkat dan
martabat kemanusiaan yang sebenarnya sama antarumat manusia, hak asasi manusia
dibutuhkan. Berikut sejarah penegakan HAM di Indonesia.
Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.
Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang
lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain,maka
yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara
kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi,
dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan,
kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
Masa Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia.
- Pada
masa prakemerdekaan.
Pemikiran modern tentang HAM di Indonesia baru muncul pada
abad ke-19. Orang Indonesia pertama yang secara jelas mengungkapkan pemikiran
mengenai HAM adalah Raden Ajeng Kartini. Pemikiran itu diungkapkan dalam
surat-surat yang ditulisnya 40 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan.
- Pada
masa orde lama.
Gagasan mengenai perlunya HAM selanjutnya berkembang dalam
sidang BPUPKI. Tokoh yang gigih membela agar HAM diatur secara luas dalam UUD
1945 dalam sidang itu adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Sukiman. Tetapi, upaya
mereka kurang berhasil. Hanya sedikit nilai-nilai HAM yang diatur dalam UUD
1945. Sementara itu, secara menyeluruh HAM diatur dalam Konstitusi RIS dan UUDS
1950.
- Pada
masa Orde Baru.
Pelanggaran HAM pada masa orde baru mencapai puncaknya. Ini
terjadi terutama karena HAM dianggap sebagai paham liberal (Barat) yang
bertentangan dengan budaya timur dan Pancasila. Karena itu, HAM hanya diakui
secara sangat minimal. Komisi Hak Asasi Manusia dibentuk pada tahun 1993.
Namun, komisi tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik karena kondisi
politik. Berbagai pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan disinyalir terjadi pula
berbagai pelanggaran HAM berat. Hal itu akhirnya mendorong munculnya gerakan
reformasi untuk mengakhiri kekuasaan orde baru.
- Pada
masa reformasi.
Masalah penegakan hak asasi
manusia di Indonesia telah menjadi tekad dan komitmen yang kuat dari segenap
komponen bangsa terutama pada era reformasi sekarang ini. Kemajuan itu ditandai
dengan membaiknya iklim kebebasan dan lahirnya berbagai dokumen HAM yang lebih
baik. Dokumen itu meliputi UUD 1945 hasil amendemen, Tap MPR No. XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan
UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Pada tahun 2005, pemerintah meratifikasi dua instrumen yang sangat penting dalam penegakan HAM, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2005, dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjadi Undang-Undang No. 12 tahun 2005.
Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia,yakni:
- Undang
– Undang Dasar 1945
- Ketetapan
MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
- Undang
– Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak
asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi sebagai berikut :
- Hak
– hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan
pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.
- Hak
– hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki
sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.
- Hak
– hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk
mendirikan partai politik.
- Hak
asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (
rights of legal equality).
- Hak
– hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya
hak untuk memilih pendidikan dan hak untukmengembangkan kebudayaan.
- Hak
asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan
(procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan,
penggeledahan, dan peradilan.
- Secara
konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak
Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor XVII/MPR/1998.
Comments
Post a Comment